Entri Populer

Senin, 09 April 2012

Thaharah (Bersuci)



A.     Pengertian Thaharah
Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat Al-Baqarah:222
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#r㍣g©Û$$sù 4 bÎ)ur NçGYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!%y` Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãMçGó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y6ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNà6Ïdqã_âqÎ/ Nä3ƒÏ÷ƒr&ur çm÷YÏiB 4 $tB ߃̍ムª!$# Ÿ@yèôfuŠÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ߃̍ムöNä.tÎdgsÜãŠÏ9 §NÏGãŠÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 šcrãä3ô±n@ ÇÏÈ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Al-Maidah: 6).
 Allah juga berfirman, dalam Q.S Al-Mudatstsir: 4
y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ
Artinya : Dan pakaianmu bersihkanlah,
      Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).
            Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum’ah dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT dengan semua niat dan amal saleh.

 Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi, atau tayammum).
      Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.

B.      Macam – macam Thaharah
Thahharah terbagi dalam 2 bagian :
1. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.
2. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan najis dengan air.

C.       Alat Thaharah
Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.
 1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda,”Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang sahih).
 2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, “Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, “…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43).
 Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
“Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin.” (HR Bukhari).

D.     Pembagian air
a.  Mayoritas ulama membagi air menjadi tiga jenis, yaitu:
 1. Air yang thahur (suci dan menyucikan) atau air muthlaq, yaitu air yang masih berada pada sifat asal penciptaannya, baik yang turun dari langit maupun yang keluar dari bumi, baik yang panas maupun yang dingin, baik yang berwarna maupun yang tidak berwarna (bening). Contohnya: Air hujan, air laut, air sungai, air sumur, mata air, salju, geyser, dll. Termasuk juga di dalamnya air yang sudah mengalami perunahan dari asal penciptaannya tapi belum keluar dari keberadaannya sebagai air, contohnya: Air mineral, air yang bercampur dengan sedikit kapur dan benda-benda suci lainnya dan tidak mendominasi air.
 2. Air thahir (suci tapi tidak menyucikan) atau air muqayyad, yaitu air yang bercampur dengan zat suci lalu mendominasi air tersebut sehingga dia berubah dari sifat asalnya. Contohnya: Air teh dan yang semisalnya, air sabun dan semacamnya serta air kelapa dan yang keluar dari tumbuh-tumbuhan dan air yang sangat keruh karena bercampur dengan tanah.
 3. Air najis, yaitu air yang kemasukan najis lalu merubah salah satu dari tiga sifatnya (baunya, rasanya, atau warnanya). Akan datang penjelasan tambahan pada masalah kelima.
 Dalil dari pembagian ini adalah sabda Rasulullah -shallalahu alaihi wasallam- tatkala beliau ditanya tentang air laut, apakah dia boleh dipakai berwudhu, “Airnya adalah thahur (penyuci) dan bangkainya halal.” (HR. Ashhab As-Sunan dari Abu Hurairah)
 Sisi pendalilannya adalah seperti yang dikatakan oleh Ibnu Muflih: “Seandainya yang beliau maksudkan dengan thahur (menyucikan) adalah thahir (suci tapi tidak menyucikan), niscaya air laut tidak mempunyai kelebihan dibandingkan air lainnya, karena semua orang sudah mengetahui bahwa air laut itu suci.” (Al-Mabda’: 1/32)
b. Yang boleh dipakai bersuci.
Yang boleh dipakai bersuci hanyalah air thahur atau air muthlaq. Ibnu Al-Mundzir berkata: “Semua ulama yang kami hafal pendapatnya telah bersepakat akan tidak bolehnya berwudhu dengan air ward (bunga), yang keluar dari pohon dan air ushfur (bunga yang bijinya dijadikan minyak). Mereka juga bersepakat akan tidak bolehnya bersuci kecuali dengan air muthlaq yang dinamakan sebagai air, karena tidak boleh bersuci kecuali dengan menggunakan air sedangkan ketiga perkara di atas tidaklah dikatakan sebagai air.” (lihat: Al-Mughni: 1/15-21 dan Al-Majmu’: 1/ 139-142)
      Dari sini diketahui semua benda cair selain air lebih tidak boleh lagi dijadikan alat bersuci, seperti: Minyak tanah, bensin, minyak goreng dan semacamnya.
c.  Dalil-dalil akan bolehnya bersuci dengan air mutlaq di atas.
 Adapun air hujan, maka Allah Ta’ala berfirman, “Dan Dia menurunkan untuk kalian air dari langit untuk menyucikan kalian.” (QS. Al-Anfal: 11). Adapun air laut, maka telah berlalu dalam hadits Abu Hurairah di atas. Adapun air sumur -dan termasuk di dalamnya mata air-, maka Nabi r bersabda tentang sumur budha’ah, “Sesungguhnya air itu suci, tidak ada sesuatu pun yang menajisinya.” (HR. Imam Tiga dari Abu Said). Adapun air salju, maka beliau -shallallahu alaihi wasallam- mengajari dalam doa istiftah, “Ya Allah cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, salju dan air yang dingin.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
d. Hukum beberapa air yang dibahas oleh para ulama.
1.   Air al-ajin, yaitu air yang tinggal lama di suatu wadah (tong, bak yang tertutup dan semacamnya) sampai rasa dan baunya menjadi pahit dan berbau busuk tapi tidak ada najis yang masuk padanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata: “Adapun air yang tinggal lama di sebuah wadah maka dia tetap dalam sifat thahur (menycikan) berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Al-Fatawa: 21/36) dan Ibnu Al-Mundzir juga menukil ijma’ akan hal ini dalam Al-Ausath (1/258-259)
2.   Air yang dihangatkan dengan sinar matahari.
      Semua hadits-hadits yang menerangkan tentang makruhnya adalah hadits yang lemah sebagaimana bisa dilihat dalam Al-Irwa` karya Syaikh Al-Albani no. 18. Karenanya mayoritas ulama berpendapat bolehnya bersuci dengan air itu dan tidak dimakruhkan. Demikian pula tidak dimakruhkan berwudhu dengan air dihangatkan dengan api menurut mayoritas ulama (Lihat Al-Mughni: 1/27-29 dan Al-Majmu’: 1/132-137)
3.   Air zam-zam
 Tidak dimakruhkan berwudhu dan mandi dengan air zam-zam menurut mayoritas ulama, karena tidak adanya dalil yang melarang. (Lihat Al-Mughni: 1/29-30 dan Al-Majmu’: 1/137 ) 4. Air musta’mal (yang telah digunakan bersuci dan ketiga sifatnya belum berubah).
Hukumnya tetap suci dan menyucikan, karena Ibnu Abbas (dalam riwayat Muslim) mengatakan bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah mandi dengan sisa air yang telah dipakai mandi oleh Maimunah -radhiallahu anha-, dan bisa dipastikan bahwa percikan air yang Maimunah siramkan ke badannya ada yang masuk kembali ke dalam bejana tersebut. Dan disebutkan dalam beberapa riwayat yang shahih bahwa para sahabat menadah bekas air wudhu Nabi r untuk mereka gunakan untuk berwudhu. Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla (1/182-184), Ibnu Taimiah dalam Al-Fatawa (20/519) serta Asy-Syaukani dan Syaikh Siddiq Hasan Khan dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiah (1/100-102)
e. air menjadi najis.
Ibnu Al-Mundzir berkata dalam Al-Ijma’ (10): “Para ulama bersepakat bahwa air yang sedikit maupun yang banyak, kalau kemasukan najis yang merubah rasa atau warna atau bau dari air tersebut maka dia menjadi najis.” Ijma’ akan hal ini juga dinukil oleh Ibnu Taimiah dalam Al-Fatawa (21/30) dan Ibnu Hubairah dalam Al-Ifshah (1/70).
 Tidak ada perbedaan dalam hukum ini antara air yang banyak dengan air yang sedikit, baik yang lebih dari dua qullah (270 liter atau 200 kg) maupun yang kurang darinya, baik yang diam maupun yang mengalir (sungai dan semacamnya). Ini yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, Ibnu Al-Qayyim, Ibnu Rajab, Ash-Shan’ani, Asy-Syaukani, Muhammad bin Abdil Wahhab, Syaikh Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, Muqbil Al-Wadi’i dan selain mereka -rahimahumullahu jami’an-.
      Karenanya kalau ada air di kolam atau baskom atau timba yang kemasukan beberapa tetas kencing atau najis yang lainnya maka dia tidaklah menjadi najis dan tetap bisa dipakai bersuci, selama najis tersebut tidak merubah salah satu dari ketiga sifatnya. Demikian pula tidak dimakruhkan sama sekali untuk bersuci dengan air yang ada di wc umum selama salah satu dari ketiga sifatnya tidak berubah, dan tidak perlu diperhatikan was-was serta keraguan yang dimasukkan oleh setan bahwa mungkin airnya pernah terpercik kencing dan seterusnya.
E.     Penjelasan tentang Hal yang Najis
Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).
Macam – macam najis dibagi 3 :
1.   Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya dengan tanah.
2.   Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang belum makan atau minum apa – apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya.
3.   Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing, kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat yang terkena najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya.
Macam – macam Hadats dibagi 2 :
1.   Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
a. Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak
b. Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain
c. Meninggal dunia
d. Haid, nifas dan wiladah
2.   Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :
a. Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur
b. Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur
c. Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas yang menghalanginya Karena menyentuh kemaluan
Perbedaan antara hadats,kotoran, dan najis
Hadats dan najis merupakan sesuatu yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan ibadah tertentu seperti shalat. Hadats berbeda dengan najis karena hadats berarti keadaan dan bukan suatu benda atau zat tertentu sedangkan najis berarti benda atau zat tertentu dan bukan suatu keadaan. Adapun kotoran memiliki makna yang lebih umum dari najis, sebab meliputi pula sesuatu yang kotor namun tidak menghalangi seseorang melakukan ibadah, contohnya tanah, debu dan lain - lain.

F.       Pengertian Wudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah sedang menurut syara’ artinya membersihkan anggota wudlu untuk menghilangkan hadas kecil.
Wudhu secara bahasa: dari asal kata “al wadaa’ah”, yaitu kebersihan dan kesegaran.
Secara istilah: Memakai air untuk anggota tertentu (wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) menghilangkan apa yang menghalangi untuk sholat dan selainnya.
Dalil dari Qur’an dan Sunnah:
Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
Shahih Bukhari : 135 dan Shahih Muslim : 225
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadas sehingga dia berwudhu”.
Keutamaan Wudhu:
Bersuci adalah setengah dari iman. (Shahih Muslim : 223)
Menghapus dosa-dosa kecil. (Shahih Muslim : 244)
Mengangkat derjad seorang hamba. (Shahih Muslim : 251)
Jalan ke sorga. (Shahih Bukhari : 1149 dan Sahih Muslim : 2458)
Tanda keistimewaan ummat ini ketika mereka mendatangi telaga. (Shahih Muslim : 234)
Cahaya bagi seorang hamba di hari kiamat. (Shahih Muslim : 250)
Untuk pembuka ikatan syetan. (Shahih Bukhari : 1142 dan Shahih Muslim : 776)
Sifat wudhu yang lengkap atau sempurna :
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاةِ

“Humran budak Utsman, telah menceritakan kepadanya, bahwa Utsman bin Affan meminta air untuk berwudlu, kemudian dia membasuh dua tangan sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta memasuk dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian ia membasuh muka sebanyak tiga kali dan membasuh tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh tangan kirinya sama seperti beliau membasuh tangan kanan, kemudian mengusap kepalanya dan membasuh kaki kanan hingga ke mata kaki sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh kaki kiri, sama seperti membasuh kaki kanannya. Kemudian Utsman berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudlu seperti cara aku berwudlu.’ Kemudian dia berkata lagi, ‘Aku juga telah mendengar beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil wudlu seperti cara aku berwudlu kemudian dia menunaikan shalat dua rakaat dan tidak berkata-kata antara wudlu dan shalat, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu’.” Ibnu Syihab berkata, “Ulama-ulama kami berkata, ‘Wudlu ini adalah wudlu yang paling sempurnya yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan shalat.” (Shahih Bukhari 158 dan Shahih Muslim 226)
Sifat-sifat wudhu':
Berniat (karena merupakan syarat sah ibadah termasuk wudhu’) menghilangkan hadas (dalam hati).
إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى
“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”. (Riwayat Bukhari : 1 dan Shahih Muslim : 1907)
2. Membaca Bismillah.
3. Mencuci telapak tangan sampai pergelangan 3 kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan untuk berkumur-kumur sambil menghirup air dengan hidung lalu mengeluarkannya kembali dengan tangan kiri 3 kali.
5. Mencuci wajah seluruhnya 3 kali.
6. Mencuci kedua tangan sampai siku (kanan-kiri).
7. Menyapu keseluruhan kepala kebelakang lalu ke depan terus ke telinga bagian luar dan dalam.
8. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki (kanan-kiri).

Syaikh Ibnu Taimiyah berkata: Niat tempatnya di hati bukan di lidah, telah disepakati oleh para ulama. (Majmu’ arrosail al kubro : 1/243)
Faidahnya: Jikalau dia melafazkan berbeda dengan yang dihatinya maka yang dinilai adalah yang di hatinya.
Syarat Wudhu
 Islam
 Mumayiz (dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan).
 Tidak berhadas besar.
 Dengan air yang suci dan menyucikan.
 Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit seperti getah dsb yang melekat di atas kulit anggota wudhu.
Rukun Wudhu
 Niat.
 Membasuh seluruh muka.
 Membasuh kedua tangan sampai ke siku.
 Menyapu sebagian kepala.
 Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki.
 Menertibkan rukun-rukun diatas.
Sunnah Wudhu
 Membaca basmalah pada permulaan wudhu.
 Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
 Berkumur-kumur.
 Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
 Menyapu seluruh kepala dengan air.
 Mendahulukan anggota kanan dari pada kiri.
 Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
 Meniga kalikan membasuh.
 Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
 Membaca doa sesudah wudhu.
Yang Membatalkan Wudhu
 Keluar sesuatu dari qubul dan dubur.
 Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk, dan tidur nyenyak.
 Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup.
 Tersentuh kemaluan dengan telapak tangan atau jari-jari yang tidak memakai tutup.
Cara Berwudhu
• Membaca basmalah, sambil mencuci kedua belah tangan sampai pergelangan tangan sampai bersih.
• Berkumur-kumur tiga kali sambil membersihkan gigi.
• Mencuci lubang hidung tiga kali.
• Mencuci muka tiga kali.
• Mencuci kedua belah tangan hingga siku-siku tiga kali.
• Menyapu sebagian rambut kepala tiga kali.
• Menyapu kedua belah telinga tiga kali.
• Mencuci kedua belah kaki tiga kali sampai mata kaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Di tunggu komentar nya yaa .. :) makasii