A.
Pengertian Thaharah
Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan
najis dengan cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat
Al-Baqarah:222
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya :
Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri.
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù
öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$#
(#qßs|¡øB$#ur
öNä3ÅrâäãÎ/
öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4
bÎ)ur öNçGZä.
$Y6ãZã_
(#rã£g©Û$$sù
4
bÎ)ur NçGYä. #ÓyÌó£D ÷rr&
4n?tã @xÿy ÷rr&
uä!%y` Ótnr& Nä3YÏiB
z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr&
ãMçGó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù
#YÏè|¹ $Y6ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù
öNà6Ïdqã_âqÎ/
Nä3Ï÷r&ur çm÷YÏiB
4
$tB ßÌã
ª!$#
@yèôfuÏ9
Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ßÌã
öNä.tÎdgsÜãÏ9 §NÏGãÏ9ur
¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ
öNà6¯=yès9
crãä3ô±n@ ÇÏÈ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,
dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit] atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur. (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, dalam Q.S
Al-Mudatstsir: 4
y7t/$uÏOur
öÎdgsÜsù ÇÍÈ
Artinya : Dan pakaianmu bersihkanlah,
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci
salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR
Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR
Muslim).
Thaharah itu terbagi menjadi dua
bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari
pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari
semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu,
dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum’ah dengan ikhlas, yakin, cinta
kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT
dengan semua niat dan amal saleh.
Adapun thaharah lahir adalah
bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu,
mandi, atau tayammum).
Thaharah
dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian
orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya. Thaharah dari hadats
adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.
B.
Macam – macam Thaharah
Thahharah
terbagi dalam 2 bagian :
1. Suci dari
hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau
tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.
2. Suci dari
najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan najis
dengan air.
C.
Alat Thaharah
Thaharah bisa
dilakukan dengan dua hal.
1. Air mutlak,
yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, seperti
air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut,
berdasarkan dalil-dalil berikut. “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat
suci.” (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda,”Air itu suci, kecuali bila
sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk
padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang sahih).
2. Tanah yang
suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda,
“Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah
dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan
air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, “…kemudian kalian
tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.”
(An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim,
kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air,
maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia
menghasankannya).
“Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat
pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya
jika ia mandi dengan air yang dingin.” (HR Bukhari).
D.
Pembagian air
a. Mayoritas ulama membagi air menjadi tiga
jenis, yaitu:
1. Air yang
thahur (suci dan menyucikan) atau air muthlaq, yaitu air yang masih berada pada
sifat asal penciptaannya, baik yang turun dari langit maupun yang keluar dari
bumi, baik yang panas maupun yang dingin, baik yang berwarna maupun yang tidak
berwarna (bening). Contohnya: Air hujan, air laut, air sungai, air sumur, mata
air, salju, geyser, dll. Termasuk juga di dalamnya air yang sudah mengalami
perunahan dari asal penciptaannya tapi belum keluar dari keberadaannya sebagai
air, contohnya: Air mineral, air yang bercampur dengan sedikit kapur dan
benda-benda suci lainnya dan tidak mendominasi air.
2. Air thahir
(suci tapi tidak menyucikan) atau air muqayyad, yaitu air yang bercampur dengan
zat suci lalu mendominasi air tersebut sehingga dia berubah dari sifat asalnya.
Contohnya: Air teh dan yang semisalnya, air sabun dan semacamnya serta air
kelapa dan yang keluar dari tumbuh-tumbuhan dan air yang sangat keruh karena
bercampur dengan tanah.
3. Air najis,
yaitu air yang kemasukan najis lalu merubah salah satu dari tiga sifatnya
(baunya, rasanya, atau warnanya). Akan datang penjelasan tambahan pada masalah
kelima.
Dalil dari pembagian ini adalah
sabda Rasulullah -shallalahu alaihi wasallam- tatkala beliau ditanya tentang
air laut, apakah dia boleh dipakai berwudhu, “Airnya adalah thahur (penyuci)
dan bangkainya halal.” (HR. Ashhab As-Sunan dari Abu Hurairah)
Sisi pendalilannya adalah seperti
yang dikatakan oleh Ibnu Muflih: “Seandainya yang beliau maksudkan dengan
thahur (menyucikan) adalah thahir (suci tapi tidak menyucikan), niscaya air
laut tidak mempunyai kelebihan dibandingkan air lainnya, karena semua orang
sudah mengetahui bahwa air laut itu suci.” (Al-Mabda’: 1/32)
b. Yang boleh
dipakai bersuci.
Yang boleh dipakai bersuci hanyalah air thahur atau air muthlaq. Ibnu
Al-Mundzir berkata: “Semua ulama yang kami hafal pendapatnya telah bersepakat
akan tidak bolehnya berwudhu dengan air ward (bunga), yang keluar dari pohon
dan air ushfur (bunga yang bijinya dijadikan minyak). Mereka juga bersepakat
akan tidak bolehnya bersuci kecuali dengan air muthlaq yang dinamakan sebagai
air, karena tidak boleh bersuci kecuali dengan menggunakan air sedangkan ketiga
perkara di atas tidaklah dikatakan sebagai air.” (lihat: Al-Mughni: 1/15-21 dan
Al-Majmu’: 1/ 139-142)
Dari
sini diketahui semua benda cair selain air lebih tidak boleh lagi dijadikan
alat bersuci, seperti: Minyak tanah, bensin, minyak goreng dan semacamnya.
c. Dalil-dalil akan bolehnya bersuci dengan air
mutlaq di atas.
Adapun air hujan, maka Allah Ta’ala
berfirman, “Dan Dia menurunkan untuk kalian air dari langit untuk menyucikan
kalian.” (QS. Al-Anfal: 11). Adapun air laut, maka telah berlalu dalam hadits
Abu Hurairah di atas. Adapun air sumur -dan termasuk di dalamnya mata air-,
maka Nabi r bersabda tentang sumur budha’ah, “Sesungguhnya air itu suci, tidak
ada sesuatu pun yang menajisinya.” (HR. Imam Tiga dari Abu Said). Adapun air
salju, maka beliau -shallallahu alaihi wasallam- mengajari dalam doa istiftah,
“Ya Allah cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, salju dan air yang dingin.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
d. Hukum
beberapa air yang dibahas oleh para ulama.
1. Air
al-ajin, yaitu air yang tinggal lama di suatu wadah (tong, bak yang tertutup
dan semacamnya) sampai rasa dan baunya menjadi pahit dan berbau busuk tapi
tidak ada najis yang masuk padanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata:
“Adapun air yang tinggal lama di sebuah wadah maka dia tetap dalam sifat thahur
(menycikan) berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Al-Fatawa: 21/36) dan Ibnu
Al-Mundzir juga menukil ijma’ akan hal ini dalam Al-Ausath (1/258-259)
2.
Air yang dihangatkan dengan sinar
matahari.
Semua hadits-hadits yang menerangkan
tentang makruhnya adalah hadits yang lemah sebagaimana bisa dilihat dalam
Al-Irwa` karya Syaikh Al-Albani no. 18. Karenanya mayoritas ulama berpendapat
bolehnya bersuci dengan air itu dan tidak dimakruhkan. Demikian pula tidak
dimakruhkan berwudhu dengan air dihangatkan dengan api menurut mayoritas ulama
(Lihat Al-Mughni: 1/27-29 dan Al-Majmu’: 1/132-137)
3.
Air zam-zam
Tidak dimakruhkan berwudhu dan
mandi dengan air zam-zam menurut mayoritas ulama, karena tidak adanya dalil
yang melarang. (Lihat Al-Mughni: 1/29-30 dan Al-Majmu’: 1/137 ) 4. Air
musta’mal (yang telah digunakan bersuci dan ketiga sifatnya belum berubah).
Hukumnya tetap suci dan menyucikan, karena Ibnu Abbas (dalam riwayat
Muslim) mengatakan bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah mandi dengan
sisa air yang telah dipakai mandi oleh Maimunah -radhiallahu anha-, dan bisa dipastikan
bahwa percikan air yang Maimunah siramkan ke badannya ada yang masuk kembali ke
dalam bejana tersebut. Dan disebutkan dalam beberapa riwayat yang shahih bahwa
para sahabat menadah bekas air wudhu Nabi r untuk mereka gunakan untuk
berwudhu. Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla
(1/182-184), Ibnu Taimiah dalam Al-Fatawa (20/519) serta Asy-Syaukani dan
Syaikh Siddiq Hasan Khan dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiah (1/100-102)
e. air
menjadi najis.
Ibnu Al-Mundzir berkata dalam Al-Ijma’ (10): “Para ulama bersepakat bahwa
air yang sedikit maupun yang banyak, kalau kemasukan najis yang merubah rasa
atau warna atau bau dari air tersebut maka dia menjadi najis.” Ijma’ akan hal
ini juga dinukil oleh Ibnu Taimiah dalam Al-Fatawa (21/30) dan Ibnu Hubairah
dalam Al-Ifshah (1/70).
Tidak ada perbedaan dalam hukum
ini antara air yang banyak dengan air yang sedikit, baik yang lebih dari dua
qullah (270 liter atau 200 kg) maupun yang kurang darinya, baik yang diam
maupun yang mengalir (sungai dan semacamnya). Ini yang dikuatkan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiah, Ibnu Al-Qayyim, Ibnu Rajab, Ash-Shan’ani, Asy-Syaukani,
Muhammad bin Abdil Wahhab, Syaikh Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, Muqbil Al-Wadi’i dan
selain mereka -rahimahumullahu jami’an-.
Karenanya
kalau ada air di kolam atau baskom atau timba yang kemasukan beberapa tetas
kencing atau najis yang lainnya maka dia tidaklah menjadi najis dan tetap bisa
dipakai bersuci, selama najis tersebut tidak merubah salah satu dari ketiga
sifatnya. Demikian pula tidak dimakruhkan sama sekali untuk bersuci dengan air
yang ada di wc umum selama salah satu dari ketiga sifatnya tidak berubah, dan
tidak perlu diperhatikan was-was serta keraguan yang dimasukkan oleh setan
bahwa mungkin airnya pernah terpercik kencing dan seterusnya.
E.
Penjelasan tentang Hal yang Najis
Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia,
berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan
karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau
mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah,
nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali
kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda,
“Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).
Macam – macam
najis dibagi 3 :
1. Najis
mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan
anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah
satunya dengan tanah.
2. Najis
mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang belum makan
atau minum apa – apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan
air seni anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang
zat atau sifatnya.
3. Najis
mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing,
kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di
tempat yang terkena najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya.
Macam – macam
Hadats dibagi 2 :
1. Hadats
besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia
harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan
seseorang berhadats besar ialah :
a. Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak
b. Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain
c. Meninggal dunia
d. Haid, nifas dan wiladah
2. Hadats
kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia
harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan
seseorang berhadats kecil ialah :
a. Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan
dubur
b. Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau
sebab lain seperti tidur
c. Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan
perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas yang menghalanginya Karena menyentuh
kemaluan
Perbedaan
antara hadats,kotoran, dan najis
Hadats dan najis merupakan sesuatu yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan
ibadah tertentu seperti shalat. Hadats berbeda dengan najis karena hadats
berarti keadaan dan bukan suatu benda atau zat tertentu sedangkan najis berarti
benda atau zat tertentu dan bukan suatu keadaan. Adapun kotoran memiliki makna
yang lebih umum dari najis, sebab meliputi pula sesuatu yang kotor namun tidak
menghalangi seseorang melakukan ibadah, contohnya tanah, debu dan lain - lain.
F.
Pengertian Wudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah sedang menurut syara’
artinya membersihkan anggota wudlu untuk menghilangkan hadas kecil.
Wudhu secara
bahasa: dari asal kata “al wadaa’ah”, yaitu kebersihan dan kesegaran.
Secara istilah: Memakai air untuk anggota tertentu (wajah, kedua tangan,
kepala dan kedua kaki) menghilangkan apa yang menghalangi untuk sholat dan
selainnya.
Dalil dari Qur’an dan Sunnah:
Al-Qur’an surat
Al-Maidah ayat 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى
الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki”
Shahih Bukhari :
135 dan Shahih Muslim : 225
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Tidak akan
diterima shalat seseorang yang berhadas sehingga dia berwudhu”.
Keutamaan Wudhu:
Bersuci adalah
setengah dari iman. (Shahih Muslim : 223)
Menghapus
dosa-dosa kecil. (Shahih Muslim : 244)
Mengangkat
derjad seorang hamba. (Shahih Muslim : 251)
Jalan ke sorga.
(Shahih Bukhari : 1149 dan Sahih Muslim : 2458)
Tanda
keistimewaan ummat ini ketika mereka mendatangi telaga. (Shahih Muslim : 234)
Cahaya bagi
seorang hamba di hari kiamat. (Shahih Muslim : 250)
Untuk pembuka
ikatan syetan. (Shahih Bukhari : 1142 dan Shahih Muslim : 776)
Sifat wudhu yang lengkap atau sempurna :
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ
بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ
كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ
ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ
غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا
ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ
هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاةِ
“Humran budak
Utsman, telah menceritakan kepadanya, bahwa Utsman bin Affan meminta air untuk
berwudlu, kemudian dia membasuh dua tangan sebanyak tiga kali, kemudian
berkumur-kumur serta memasuk dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian ia
membasuh muka sebanyak tiga kali dan membasuh tangan kanannya hingga ke siku
sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh tangan kirinya sama seperti beliau
membasuh tangan kanan, kemudian mengusap kepalanya dan membasuh kaki kanan
hingga ke mata kaki sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh kaki kiri,
sama seperti membasuh kaki kanannya. Kemudian Utsman berkata, ‘Aku pernah
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudlu seperti cara aku
berwudlu.’ Kemudian dia berkata lagi, ‘Aku juga telah mendengar beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil wudlu seperti
cara aku berwudlu kemudian dia menunaikan shalat dua rakaat dan tidak
berkata-kata antara wudlu dan shalat, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya
yang telah lalu’.” Ibnu Syihab berkata, “Ulama-ulama kami berkata, ‘Wudlu ini
adalah wudlu yang paling sempurnya yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan
shalat.” (Shahih Bukhari 158 dan Shahih Muslim 226)
Sifat-sifat wudhu':
Berniat (karena
merupakan syarat sah ibadah termasuk wudhu’) menghilangkan hadas (dalam hati).
إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى
“Segala amal
itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”.
(Riwayat Bukhari : 1 dan Shahih Muslim : 1907)
2. Membaca
Bismillah.
3. Mencuci
telapak tangan sampai pergelangan 3 kali.
4. Mengambil air
dengan tangan kanan untuk berkumur-kumur sambil menghirup air dengan hidung
lalu mengeluarkannya kembali dengan tangan kiri 3 kali.
5. Mencuci wajah
seluruhnya 3 kali.
6. Mencuci kedua
tangan sampai siku (kanan-kiri).
7. Menyapu
keseluruhan kepala kebelakang lalu ke depan terus ke telinga bagian luar dan
dalam.
8. Mencuci kedua
kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki (kanan-kiri).
Syaikh Ibnu Taimiyah berkata: Niat tempatnya di hati bukan di lidah,
telah disepakati oleh para ulama. (Majmu’ arrosail al kubro : 1/243)
Faidahnya: Jikalau dia melafazkan berbeda dengan yang dihatinya maka yang
dinilai adalah yang di hatinya.
Syarat Wudhu
Islam
Mumayiz (dapat
membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan).
Tidak berhadas
besar.
Dengan air
yang suci dan menyucikan.
Tidak ada yang
menghalangi sampainya air ke kulit seperti getah dsb yang melekat di atas kulit
anggota wudhu.
Rukun Wudhu
Niat.
Membasuh
seluruh muka.
Membasuh kedua
tangan sampai ke siku.
Menyapu
sebagian kepala.
Membasuh dua
telapak kaki sampai kedua mata kaki.
Menertibkan
rukun-rukun diatas.
Sunnah Wudhu
Membaca
basmalah pada permulaan wudhu.
Membasuh kedua
telapak tangan sampai pergelangan.
Berkumur-kumur.
Membasuh
lubang hidung sebelum berniat.
Menyapu
seluruh kepala dengan air.
Mendahulukan
anggota kanan dari pada kiri.
Menyapu kedua
telinga luar dan dalam.
Meniga kalikan
membasuh.
Menyela-nyela
jari-jari tangan dan kaki.
Membaca doa
sesudah wudhu.
Yang Membatalkan Wudhu
Keluar sesuatu
dari qubul dan dubur.
Hilang akal
sebab gila, pingsan, mabuk, dan tidur nyenyak.
Tersentuh
kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai
tutup.
Tersentuh
kemaluan dengan telapak tangan atau jari-jari yang tidak memakai tutup.
Cara Berwudhu
• Membaca basmalah,
sambil mencuci kedua belah tangan sampai pergelangan tangan sampai bersih.
• Berkumur-kumur
tiga kali sambil membersihkan gigi.
• Mencuci lubang
hidung tiga kali.
• Mencuci muka
tiga kali.
• Mencuci kedua
belah tangan hingga siku-siku tiga kali.
• Menyapu
sebagian rambut kepala tiga kali.
• Menyapu kedua
belah telinga tiga kali.
• Mencuci kedua
belah kaki tiga kali sampai mata kaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Di tunggu komentar nya yaa .. :) makasii