BAB I
PENDAHULUAN
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki
yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada
awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang
sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam
diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun
662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak
bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang
miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini
menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya
mengenai jumlah zakat tersebut.
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil
dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu
adalah orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang
yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari'ah mengatur dengan lebih
detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan. Kejatuhan para
khalifah dan negara-negara Islam menyebabkan zakat tidak dapat diselenggarakan
dengan berdasarkan hukum lagi
Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban islam,
ia adalah salah satu dari rukun-rukunnya, dan termasuk rukun yang terpenting
setelah syahadat dan solat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan
kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia akan mendapatkan
sangsi dari Allah SWT, Allah SWT berfirman:
wur
¨ûtù|¡øts
tûïÏ%©!$#
tbqè=yö7t
!$yJÎ/
ãNßg9s?#uä
ª!$#
`ÏB
¾Ï&Î#ôÒsù
uqèd
#Zöyz
Nçl°;
(
ö@t/
uqèd
@°
öNçl°;
(
tbqè%§qsÜãy
$tB
(#qè=Ïr2
¾ÏmÎ/
tPöqt
ÏpyJ»uÉ)ø9$#
3
¬!ur
ß^ºuÏB
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
3
ª!$#ur
$oÿÏ3
tbqè=yJ÷ès?
×Î6yz
ÇÊÑÉÈ
"
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan
itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi.
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS: Ali-Imron; 180).
BAB II
PEMBAHASAN
A)
Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah
satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah
diatur secara rinci berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Zakat juga merupakan
amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ummat manusia.
Syarat wajib zakat
Syarat
– syarat wajib zakat ada lima, yaitu :
1.
Islam
2.
Merdeka
3.
Hak milik yang sempurna
4.
Ada satu nishob ( batas yang tertentu )
5.
Haul, atau sudah sampai satu tahun
a. Menurut Bahasa (lughoh)
Dari asal kata "zakkaa - yuzakkii - tazkiyatan -
zakaatan" yang berarti :
1. Thoharoh (membersihkan/mensucikan)
Firman
Allah Ta’ala (yang artinya) : "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (At-Taubah:103)
è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari
kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat
kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
2. Namaa' (tumbuh /berkembang)
Firman
Allah Ta’ala
ß,ysôJt ª!$# (#4qt/Ìh9$# Î/öãur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur w =Åsã ¨@ä. A$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ
Artinya : : "Allah memusnahkan
ribaa' dan menyuburkan sedekah" (Al-Baqarah:276)
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits
Abu Rabsyah Al-An Maary. "Harta tidak akan berkurang dengan
dishodaqohkan"
(HR.
Tirmidzi, kitab Az Zuhd jilid 4 hal. 487 no. 2325, kata Imam Tirmidzi
"Hadits ini hasan shohih")
Berkata
Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani : "Tanaman itu telah Zakka, yakni
berkembang & tumbuh" (Fathul Baari, kitab zakat jilid 3 hal. 262)
3. Al-Barokah
Firman
Allah Ta’ala (yang artinya) : "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan
maka Allah akan menggantinya" (Saba' : 39)
ö@è% ¨bÎ) În1u äÝÝ¡ö6t s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o ô`ÏB ¾ÍnÏ$t7Ïã âÏø)tur ¼çms9 4 !$tBur OçFø)xÿRr& `ÏiB &äóÓx« uqßgsù ¼çmàÿÎ=øä ( uqèdur çöyz úüÏ%κ§9$# ÇÌÒÈ
Sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairoh radhiallohu anhu : Allah Ta'ala
berfirman dalam hadits qudsi: "Hai anak Adam berinfaklah niscaya Aku akan
berinfak untukmu". (HR. Bukhori, Kitab Tafsir surat Hud 8 : 352 (4684);
Muslim, Kitab Zakat 7:81 no. 2305)
4. Al-Madh (Pujian)
Dalam
hadits Abu Hurairoh tentang kisah Zainab Ummul Mukminin : " . . . Bahwa
Zainab namanya adalah Barroh maka dikatakan 'Dia memuji dirinya' maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menamainya Zainab." (HR. Muslim,
Kitab Al Azab Juz 14, hal. 346 no. 5572)
5. Amal Sholeh
Firman
Allah Ta’ala (yang artinya) : "Dan kami menghendaki supaya tuhan mereka
mengganti mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya
itu" Imam Al-Farro' mengatakan: arti 'yang lebih baik kesuciannya' adalah
yang lebih baik amal sholehnya. (lihat An Nihayah karya Ibnu Al Atsir jilid 2
hal. 307; Lisanul Arab karya Ibnul Mandzur jilid 6 hal 64-65)
b. Menurut Hukum (Istilah
syara')
1.
Pendapatnya Al-Hafidz Ibnu Hajar :
"Memberikan
sebagian dari harta yang sejenis yang sudah sampai nashob selama setahun dan
diberikan kepada orang fakir dan semisalnya yang bukan dari Bani Hasyim dan
Bani Mutholib." (Al-Fath 3:262)
2.
Pendapat Ibnu Taimiyah :
"Memberikan
bagian tertentu dari harta yang berkembang jika sudah sampai nishob untuk
keperluan tertentu." (Mausu'ah Fiqh Ibnu Taimiyah 2 : 876; Fatawa 25:8)
3.
Pendapat Syaikh Abdullah Al-Bassaam :
"Hak
wajib dari harta tertentu, untuk golongan tertentu pada waktu tertentu."
(Taudhihul Ahkam 3:5)
c. Zakat Dalam Bahasa Al-Qur'an
Sedangkan Al-Qur'an Al-Karim telah menyebutkan tentang
zakat dengan berbagai ungkapan, terkadang dengan ungkapan zakat, shodaqoh,
infaq/nafaqoh dan Al-'afwu.
1.
Zakat
Ungkapan
ini paling banyak disebutkan bahkan sering digabungkan dengan perintah shalat
sampai diulang dalam 82 ayat
Firman
Allah Ta’ala
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
artinya
: "Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta
orang-orang yang ruku"
2.
Shodaqoh
Firman
Allah Ta’ala
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya : Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.
[658] Maksudnya: zakat itu
membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
benda
[659] Maksudnya: zakat itu
menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta
benda mereka.
3.
Infaq/Nafaqoh
Firman
Allah Ta’ala
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
(yang artinya) : "Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu."
(Al
Baqoroh:267)
4.
Al-'Afwu
Firman
Allah Ta’ala
. . .3 tRqè=t«ó¡our #s$tB tbqà)ÏÿZã È@è% uqøÿyèø9$# . .
artinya
: "Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
yang lebih dari keperluan"
(Al
Baqoroh:219)
B. Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah
satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah
diatur secara rinci berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Zakat juga merupakan
amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ummat manusia
Zakat merupakan
salah satu dari rukun Islam yang lima dan termasuk dari pondasi Islam yang
agung. Maka hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi
persyaratan. Dasarnya adalah dari Al Qur'an, As Sunnah dan Ijma'.
Firman Allah Ta'ala: "Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus." (Al-Bayyinah
:5)
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Islam
dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak
disembah kecuali Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba
dan utusanNya, menegakkan sholat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke
Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan."
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika
mengutus Muadz bin Jabbal ra. ke negeri Yaman : "Terangkanlah kepada
mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang
dipungut dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada
orang-orang fakir dari mereka". (HR. Muslim Kitabul Iman 1:147(121))
Adapun
Ijma', maka kaum muslimin disetiap masa telah ijma' akan wajibnya zakat. Juga
para sahabat telah sepakat untuk memerangi orang-orang yang tidak mau
membayarnya dan menghalalkan darah dan harta mereka karena zakat termasuk dari
syi'ar Islam yang agung. (Mughni, karya Ibnu Qudamah 4:5)
1) Kitab Zakat
Zakat harta atau kekayaan
1.
Emasnisabnya 94
gram, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
2.
Perak nisabnya 672
gram, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
3.
Logam mulia dan batu
permata nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya
2,5%
4.
Rumah dan tanah
(yang wajib dikeluarkan zakatnya) Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu
tahun dan kadar zakatnya 2,5%
5.
Kendaraan bermotor
(yang wajib dikeluarkan zakatnya) Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu
tahun dan kadar zakatnya 2,5%
6.
Tabungan, deposito,
surat berharga dan lain-lain Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun
dan kadar zakatnya 2,5%
7.
Zakat Perusahaan dan
Perdagangan Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar
zakatnya 2,5%. Cara menghitung nilai kekayaan perusahaan dengan menghitung
jumlah modal ditambah laba perusahaan pada waktu akan mengeluarkan zakatnya.
8.
Zakat
Tumbuh-tumbuhan Nisabnya senilai 1350 kg gabah atau padi atau senilai 759 kg
beras, haulnya setiap panen dan kadar zakatnya 5% jika pengairan sulit dan 10%
jika pengairannya mudah.
9.
Zakat Barang Tambang
Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya satu tahun dan kadar zakatnya 2,5%
10.
Zakat Barang Temuan
Nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya pada waktu ditemukan dan kadar zakatnya
20%
2) Benda yang wajib di Zakati
Yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah emas dan perak,
tanaman, buah-buahan, binatang ternak, dan harta rikaz.
a. Zakat Emas dan Perak
Nishab emas adalah dua puluh dinar, dan nishab perak dua
ratus Dirham, sedangkan besar zakat keduanya adalah 2 ½ %, sebagaimana yang
ditegaskan dalam riwayat berikut.
Dari
Ali bin Abi Thalib r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Jika kamu memiliki dua ratus
dirham dan sudah sampai haul, maka zakatnya lima dirham, dan kamu tidak wajib
mengeluarkan zakat yaitu dari emas sebelum kamu memiliki dua puluh dinar. Jika
kamu memiliki dua puluh dinar dan sudah sampai haul, maka zakatnya ½ saw.
dinar.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 1319, dan ‘Aunul Ma’bud IV: 447 no: 1558).
b. Zakat Perhiasan
Zakat perhiasan adalah wajib berdasar keumuman ayat dan
hadits-hadits; dan orang yang mengeluarkannya dari keumuman tersebut sama
sekali tidak memiliki alasan yang kuat, bahkan
banyak nash-nash yang bersifat khusus yang bertalian dengan zakat
perhiasan ini, di antaranya :
Dari Ummu Salamah r.a. berkata; Saya pernah memakai kalung
emas. Kemudian saya bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ini termasuk simpanan
(yang terlarang)?” Maka jawab beliau, “Apa-apa yang sudah mencapai wajib zakat,
lalu telah dizakati maka dia tidak termasuk (dinamakan) simpanan (yang
terlarang).” (Hasan: Shahihul Jami’us Shaghir no:5582, As Shahihah no:559,
‘Aunul Ma’bud IV:426 no: 1549, dan Daruquthni II: 105).
Dari
Aisyah r.a. ia berkata, (Pada suatu hari) Rasulullah saw. mendatangiku, lalu
melihat beberapa cincin perak, dijariku, kemudian beliau bertanya, “Apa itu,
wahai Aisyah?” Saya jawab, “Saya buat cincin ini sebagai perhiasan di
hadapanmu, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Apakah engkau sudah mengeluarkan
zakatnya?” Jawab saya, “Belum, atau ‘masya Allah” Rasulullah menjawab
selanjutnya, “Cukuplah dia yang dapat menjerumuskanmu ke neraka.” (Shahih:
Shahih Abu Daud no: 1384, ‘Aunul Ma’bud IV: 427 no: 1550, dan Daruquthni II:
105).
c. Zakat Tanaman dan Buah-buahan
:
Dalam hal ini Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang telah
menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma,
tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu), bila dia telah berbuah dan tunaikanlah haknya di hari
(panen), memetik hasilnya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” (Al-An’am:141).
Tanaman-tanaman dan buah-buahan yang terkena wajib zakat
hanya ada empat macam. Berdasar hadits dari Abi Burdah dari Abu Musa dan Mu’adz
r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus keduanya ke Yaman menjadi da’i di
sana, lalu beliau memerintah mereka agar tidak memungut zakat, kecuali dari
empat macam ini: gandum sya’ir (sejenis gandum lain), kurma kering, dan anggur
kering.” (Shahih: ash-Shahihah no: 879, Mustadrak Hakim I:401, dan Baihaqi
IV:125).
Nishabnya: Tanaman dan
buah-buahan yang terkena wajib zakat disyaratkan sudah memenuhi nishab yang
disebutkan dalam hadits ini.
Dari
Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada zakat pada unta yang kurang dari lima
ekor, tidak ada zakat pada perak yang kurang dari lima uqiyah (Ibnu Hajar
berkata, “Kadar satu uqiyah yang dimaksud dalam hal ini ialah empat puluh
Dirham dari perak murni, demikian menurut kesepakatan para ulama’) dan tidak
ada zakat pada buah-buahan yang kurang dari lima wasaq.” (Lima wasaq ialah enam
puluh sha’, menurut ittifaq para ulama’, Fathul Bari III:364). (Muttafaqun
‘alaih : Fathul Bari III: 310 no: 1447 dan lafadz ini baginya, Muslim II: 673
no:979, Tirimidzi II:69 no: 622, Nasa’i. V:17 dan Ibnu Majah I: 571 no:1793).
Besar
zakat yang wajib dikeluarkan :
Dari Jabir r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Tanaman yang
dapat air dari sungai dan dari hujan, zakatnya 10%, sedangkan yang diairi
dengan bantuan binatang ternak 5%.”(Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:4271
Muslim II:675 no:981 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma’bud IV:486 no:1582, dan
Nasa’i V:42).
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Tanaman yang
diairi oleh hujan, atau oleh mata air, atau merupakan rawa, zakatnya
sepersepuluh, dan yang diairi dengan bantuan binatang zakatnya seperduapuluh.”
(Shahih: Shahihhul Jami’us Shaghir no: 427, Fathul Bari III: 347 no: 148333 dan
lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma’bud IV:485 no:1581, Tirmidzi II:76 no: 635,
Nasa’i IV:41 dan Ibnu Majah I: 1817).
Penentuan besar nishab dan zakat untuk kurma dan anggur
secara taksiran :
Dari
Abu Humaid as-Sa’idi r.a. ia bertutur : Kami pernah ikut perang Tabuk bersama
Rasulullah saw., tatkala sampai di Wadil
Qura, tiba-tiba ada seorang perempuan pemilik kebun tanga berada di kebunnya,
lalu beliau bersabda kepada para sahabatnya, “Coba kalian taksir (berapa besar zakat
kebun ini!” Rasulullah saw. (sendiri) menaksir (besar zakatnya) 10 wasaq.
Kemudian Rasulullah bersabda kepada perempuan pemilik kebun itu, “Coba kau
hitung (lagi) berapa zakat yang harus dikeluarkan darinya!” Tatkala Rasulullah
saw. datang (lagi) ke Wadil Qura, Rasulullah bertanya kepada perempuan itu,
“Berapa besar zakat yang dikeluarkan dari kebunmu itu?” Jawabnya, “10 wasaq
sebagaimana yang diprediksi oleh Rasulullah SAW.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:
2644, dan Fathul Bari III: 343 no: 1481).
Dari Aisyah r.a. ia bercerita, “Adalah Rasulullah saw.
pernah mengutus Abdullah bin Rawahah r.a. untuk menaksir kurma waktu sudah tua
sebelum dimakan. Kemudian agar memberi pilihan kepada orang-orang Yahudi,
antara para amil zakat memungutnya dengan taksiran itu, dengan mereka
menyerahkan hasilnya kepada para amil agar dihitung zakatnya sebelum dimakan
dan dipisahkan hasilnya.” (Hasan Lighairihi: Irwa-ul Ghalil no: 805 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 276 :
3396).
d. Zakat Binatang Ternak :
Binatang
ternak yang dimaksud disini terdiri atas unta, sapi, dan kambing.
1. Nishab zakat unta
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Onta yang kurang dari lima
ekor tidak dipungut zakat.” (Redaksi Arabnya sudah termuat pada
pembahasan zakat tanaman dan
buah-buahan, beberapa halaman sebelumnya(pent.)
2. Besarnya zakat yang dikeluarkan :
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis surat
ini kepadanya, ketika ia diutus oleh Abu Bakar (menjadi da’i) di Bahrain. Bunyi
surat tersebut ialah, “Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Ini adalah kewajiban zakat yang difardhukan oleh Rasulullah SAW
atas kaum Muslimin dan yang Allah perintahkan kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu
barang siapa dari kalangan kaum muslimin yang diminta menunaikan zakat itu
sesuai dengan ketentuan yang sebenarnya, maka hendaknya ia membayarnya; namun
barang siapa dari kaum muslimin yang diminta zakatnya lebih dari ketentuan yang
sesungguhnya, maka janganlah ia memberikan (kelebihannya atau janganlah
memberikan sama sekali, sebab petugasnya telah berbuat curang (pent) :
Pada dua puluh empat ekor unta, paling sedikit lima ekor,
maka zakatnya seekor kambing. Jikalau sudah mencapai dua puluh lima ekor sampai
tiga puluh ekor unta, maka zakatnya seekor anak unta betina (berumur satu tahun
lebih). Jikalau sudah mencapai tiga puluh enam sampai empat puluh lima, maka
zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun keempat. Jikalau
sudah mencapai enam puluh satu sampai tujuh puluh lima, maka zakatnya seekor
anak unta betina berumur empat tahun lebih. Jika sudah mencapai tujuh puluh
enam ekor sampai sembilan puluh ekor, maka zakatnya dua ekor anak unta betina
yang umurnya masuk tahun ketiga. Jika sudah mencapai sembilan puluh satu sampai
seratus dua puluh, maka zakatnya dua ekor anak unta betina berumur tiga tahun
lebih. Kalau sudah lebih dari seratus dua puluh ekor, maka setiap empat puluh
ekor, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun ketiga, sedang
tiap lima puluh ekornya, zakat yang harus dikeluarkan adalah seekor anak unta
betina yang umurnya masuk tahun keempat. Adapun orang yang hanya memiliki empat
ekor unta, maka belum terkena kewajiban zakat, kecuali kalau orang yang
mempunyai unta itu mau mengeluarkan zakat sunnah. Namun jika sudah mencapai
lima ekor, maka zakatnya seekor kambing” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385,
Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no:
1552, dan Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575
no:1800 hadits kedua saja).
3.
Orang yang harus mengeluarkan zakat seekor anak unta betina yang berumur
satu tahun lebih, namun ia tidak memilikinya
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis sepucuk
surat kepadanya yang berisi penjelasan perihal shadaqah (zakat) yang Allah dan
Rasul-Nya wajibkan (dalam hal zakat unta
sebagai berikut), “Barangsiapa telah memiliki unta hingga cukup dikenai
kewajiban zakat berupa unta yang umurnya masuk tahun kelima, tetapi ia tidak
memilikinya, dan yang dimiliki hanya unta betina yang umurnya masuk tahun
keempat, maka bolehlah diterima darinya zakat berupa unta betina yang umurnya
masuk tahun keempat ditambah dengan dua ekor kambing bila dirasakan mudah
baginya, atau ditambah dengan dua puluh Dirham.
Barangsiapa yang memiliki unta hingga sampai pada kewajiban
zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, namun ia tidak
mempunyai, kecuali unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka
diterimalah zakat darinya berupa unta betina yang umurnya masuk tahun kelima
dan si penerima zakat harus mengembalikan dua puluh Dirham atau dua ekor kambing
(kepada sang pengeluar zakat). Barang siapa yang mempunyai unta hingga sampai
pada kewajiban membayar zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun
keempat, namun ia hanya mempunyai anak unta betina, maka bolehlah diterima
zakat darinya berupa anak unta betina
tersebut dengan menambah dua ekor kambing atau dua puluh Dirham.
Barangsiapa yang memiliki unta hingga cukup dibebani kewajiban zakat berupa
anak unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, namun ia mempunya unta betina
yang umurnya masuk tahun kelima, maka diterimalah zakat darinya berupa unta
betina yang umurnya masuk tahun keempat tersebut dan si penerimanya harus
mengembalikan dua puluh Dirham atau dua kambing kepada si pemberi zakat.
Barangsiapa yang memiliki unta sudah mencapai ketentuan wajib mengeluarkan
zakat berupa anak unta betina berumur satu tahun lebih, maka beolehlah diterima
zakat darinya berupa unta betina berumur satu tahun lebih itu dengan menambah
dua puluh Dirham atau dua ekor kambing.”
(Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan
III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no: 1552, dan Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800 hadits kedua
saja).
4. Nishab dan besar zakat sapi
Dari Mu’adz bin Jabal r.a. ia berkata, “Aku pernah diutus
oleh Rasulullah saw. ke negeri Yaman dan diperintahkan olehnya untuk memungut
zakat sapi, dari setiap empat puluh ekor, zakatnya satu ekor sapi betina yang
berumur dua tahun, dan dari tiap tiga puluh ekor, zakatnya satu ekor sapi
jantan atau betina yang berumur setahun.” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1394,
Tirmidzi II :68 no: 619, ‘Aunul Ma’bud IV:475
no: 1561, Nasa’i V:26, dan Ibnu
Majah I:576 no:1803 dan lafadz ini terekam dalam Sunan Ibnu Majah; di selainnya
terdapat tambahan di bagian akhir).
5. Nishab dan besar zakat kambing :
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis sepucuk
surat kepadanya perihal penjelasan zakat wajib yang Allah perintahkan kepada
Rasul-Nya (dalam hal zakat kambing yang isinya sebagai berikut), “Kambing yang
digembalakan, bila jumlah mencapai empat puluh ekor sampai dengan seratus dua
puluh ekor, zakatnya seekor kambing. Jika mencapai seratus dua puluh satu ekor
sampai dengan dua ratus ekor, zakatnya dua ekor kambing. Jika sudah mencapai
dua ratus lebih sampai dengan tiga ratus, maka zakatnya tiga ekor. Jika sudah
mencapai tiga ratus lebih, maka dalam setiap seratus ekor, zakatnya seekor
kambing. Manakala kambing yang mencuri makan sendiri itu kurang dari empat
puluh ekor, maka pemiliknya tidak wajib mengeluarkan zakat, kecuali kalau ia
mau (mengeluarkan sedekah sunnah).” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul
Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no: 1552, dan
Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800).
Hukum
ternak yang bercampur :
Apabila
ada dua orang atau lebih yang mengadakan serikat dari orang-orang yang terkena
wajib zakat, sehingga bagian seorang diantara keduanya tidak dapat dipisahkan /
dibedakan dari bagian yang lain, maka cukup bagi mereka untuk mengeluarkan
zakat seperti untuk satu orang. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits
berikut.
Dari
Anas r.a. bahwa Abu Bakar pernah menulis sepucuk surat kepadanya (tentang
penjelasan) zakat fardhu yang telah Allah perintah kepada Rasul-Nya (diantara
isinya ialah), “Tidaklah dikumpulkan antara harta yang terpisah, dan tiada pula
dipisahkan antara harta yang terkumpul, karena khawatir mengeluarkan zakatnya.
Dan manakala ada dua pencampur ternak, maka keduanya kembali sama-sama
berzakat.” (Imam pencatat hadits ini sama dengan riwayatAnas yang dimuat dalam
beberapa halaman sebelumnya).
e. Zakat Barang Galian
Rikaz, barang galian ialah harta karun yang didapat tanpa
niat mencari harta terpendam dan tidak perlu bersusah payah.
Zakat
dari rikaz ini harus segera dikeluarkan, tanpa dipersyaratkan haul (melewati
setahun) dan tidak pula nishab. Berdasarkan keumuman sabda Nabi saw., “Dalam
barang rikaz itu ada zakat (yang harus dikeluarkan) sebanyak seperlima bagian
(20%).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:364 no:1499, Muslim III:1334
no:1710, Tirmidzi II:77 no:637, Nasa’i
IV:45 dan Ibnu Majah II:839 no:2509 serta ‘Aunul Ma’bud VIII:341
no:3069. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan dengan panjang
lebar, namun dalam riwayat selain keduanya hanya kalimat tersebut)atu pe
3 ) Hasil Tambang
Jumhurul ulama bersepakat bahwa tambang yang dikeluarkan
dari dalam tanah, maka ada hak tertentu yang harus dikeluarkan. Firman Allah
swt., “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu.” (Al-Baqarah: 267)
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Dan pertambangan adalah termasuk yang Allah keluarkan dari
dalam bumi. Dan berikut ini, ringkasan hukum zakat pertambangan:
Hak wajib meliputi segala macam tambang yang keluar dari
perut bumi, baik yang beku maupun yang cair, bisa dicetak atau tidak bisa
dicetak. Demikian pendapat Hambali dan Syi’ah.
Persentase wajibnya adalah seperlima (20%) menurut madzhab
Hanafi, sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Dalam pertambangan itu wajib
zakat seperlimanya.” (Al-Jama’ah). Yang termasuk dalam rikaz adalah
pertambangan. Menurut jumhurul ulama zakat wajibnya rub’ul usyur (2,5%)
dianalogikan dengan zakat uang. Ada juga pendapat terkenal dalam madzhab Maliki
bahwa yang segala sesuatu yang dikeluarkan dari perut bumi adalah kekayaan
untuk baitu malil muslimin.
Jumhurul fuqaha mensyaratkan nishab untuk zakat
pertambangan, yaitu ketika yang digali sudah mencapai nilai satu nishab uang.
Dan menurut Abu Hanifah tidak ada batas nishab pertambangan, dan dikeluarkan
seperlimanya, berapapun yang diperoleh.
Tidak
disyaratkan masa setahun menurut mayoritas ulama, akantetapi wajib dikeluarkan
zakat seketika dihasilkan tambang itu.
Sedangkan yang mewajibkan zakat seperlimanya mengatakan,
sesungguhnya bahan tambang itu diperlakukan sebagaimana perlakuan al-fai (harta
yang diperoleh dari musuh tanpa perang), sedangkan yang mewajibkannya 2,5%
memperlakukannya dengan perlakuan zakat penuh
4 ) Zakat Rikaz (harta
terpendam)
Zakat Barang Temuan (Rikaz)
wajib dikeluarkan untuk barang yang ditemukan terpendam di dalam tanah, atau
yang biasa disebut dengan harta karun. Zakat barang temuan tidak mensyaratkan
baik haul (lama penyimpanan) maupun nisab (jumlah minimal untuk terkena
kewajiban zakat), sementara kadar zakatnya adalah sebesar seperlima atau 20%
dari jumlah harta yang ditemukan. Jadi setiap mendapatkan harta temuan
berapapun besarnya, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar seperlima dari besar
total harta tersebut. Hadits yang mendasari kewajiban mengeluarkan zakat ini
adalah
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: " .. dan
pada rikaz (diwajibkan zakatnya) satu perlima. "(Hadith Sahih - Riwayat
Bukhari)
Zakat Rikaz wajib
dikeluarkan tanpa ukuran jumlah (nisab) dan tanpa cukup setahun(haul) atau
ukuran waktu. Barang atau harta ini, perlu menemui dengan kadar wang sebanyak
85 gram emas (20 miskal atau misqal) dan 595 gram (200 wang perak (dirham.Kadar
zakat adalah 2.5%.
5 ) Zakat Fitrah
a. Makna Zakat Fitrah
Makna zakat fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah
futur (berbuka puasa) pada bulan ramadhan disebut pula dengan sedekah. Lafadh
sedekah menurut syara' dipergunakan untuk zakat yang diwajibkan, sebagaimana
terdapat pada berbagai tempat dalam qur'an dan sunnah. Dipergunakan pula
sedekah itu untuk zakat fitrah, seolah-olah sedekah dari fitrah atau asal
kejadian, sehingga wajibnya zakat fitrah untuk mensucikan diri dan membersihkan
perbuatannya.
Dipergunakan pula untuk yang dikeluarkan disini dengan fitrah,
yaitu bayi yang di lahirkan. Yang menurut bahasa-bukan bahasa arab dan bukan
pula mu'arab (dari bahasa lain yang dianggap bahas arab)-akan tetapi merupakan
istilah para fuqoha'.
Zakat fitrah diwajibkan pada kedua tahun hijrah, yaitu tahun
diwajibkannya puasa bulan ramadhan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari
ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada
orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada
hari raya.
Zakat ini merupakan pajak
yang berbeda dari zakat-zakat lain, seperti memiliki nisab, dengan
syarat-syaratnya yang jelas, pada tempatnya. Para fuqoha' menyebut zakat ini
dengan zakat kepala, atau zakat perbudakan atau zakat badan. Yang dimaksud
dengan badan disini adalah pribadi, bukan badn yang merupakan dari jiwa dan
nyawa.
Di dalam hadist dari ibnu umar. Ia berkata,
" Rosullullah saw. mewajibkan zakat fitrah (berbuka) bulan
ramadhan sebanyak satu sa' (3,1 liter) kurma atau gandum atas tiap orang-orang
muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan." (Riwayat bukhari dan
muslim). Dalam hadist bukhari disebutkan,"mereka membayar fitrah itu
sehari atau dua hari sebelum hari raya."
Dari abu sa'id. Ia berkata,
"Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sa' dari makanan, gandum,
kurma, susu kering, atau anggur kering."(diketengahkan oleh bukhari dan
muslim)
b. Kewajiban Zakat Fitrah
Jama'ah ahli hadits telah
meriwayatkan hadits rosulullah saw. Dari ibnu umar:
"Sesungguhnya Rosulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah pada
bulan ramadhan satu sa' kurma atau satu sa' gandum kepada setiap orang yang
merdeka, hamba sahaya, laki-laki, maupun perempun dari kaum muslimin.
Jumhur ulama' Salaf dan Kholaf menyatakan bahwa makna farodho pada
hadits itu adalah alzama dan awjaba, sehingga zakat fitrah adalah suatu
kewajiban yang bersifat pasti. Juga karena masuk pada keumuman firman Allah:
"Dan tunaikanlah oleh kamu sekalian zakat" (Qur'an,2:110;4:77;24:56)
Zakat fitrah oleh Rosululloh saw. Disebut dengan zakat,
karenanya termasuk kedalam perintah Allah. Dan karena sabda Rosululloh saw.
Farodho, biasanya dalam istilah syara' dipergunakan makna tersebut. Telah
menjelaskan pula Abu Aliah, Imam 'Atho, dan Ibnu Sirin, bahwa zakat fitrah itu
adalah wajib. Sebagaimana pula dikemukakan dalam Bukhori. Ini adalah madzhab
Maliki,Syafi'i dan Ahmad.
Hanafi menyatakan bahwa zakat itu wajib bukan fardhu, fardhu
menurut mereka segala sesuatu yang di tetapkan oleh dalil qath'i, sedangkan
wajib adalah segala sesuatu yang di tetapkan oleh dalil zanni. Hal ini berbeda
dengan imam yang tiga. Menurut mereka fardhu mencakup dua bagian: fardhu yang
di tetapkan berdasarkan dalil qoth'i dan fardhu yang ditetapkan berdasar dalil
zanni. Dari sini kita mengetahui bahwa hanafi tidak berbeda dengan mazhab yang
tiga dari segi hukum, tetapi hanyalah perbedaan dalam istilah saja dan ini
tidak menjadi masalah.
Maliki mengutip dari asyhab bahwa zakat fitrah itu hukumnya
adalah sunnat muakkad. Ini adalah pendapat sebagian ahli zahir, dan ibnu lubban
dri syafi'i. mereka mentakwilkan kalimat fardhu didalam hadits dengan makna
qaddara/memastikan. Apa yang telah di kemukakan diatas, sesungguhnya telah
membantah pendapat tersebut. Imam Nawawi setelah mengemukakan pendapat ibnu
luban yang menyunatkannya, menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat
yang aneh dan munkar bahkan jelas salahnya
shaq bin rahawih menyatakan bahwa kewajiban zakat fitrah adalah seperti
ijma' bahkan Ibnu Mundzir mengutip ijma' ulama akan kewajibannya. Ibrahim bin
Uliah dan Abu Bakr Asham berpendapat bahwa kewajiban zakat fitrah itu dinaskh
dengan kefardhuan zakat. Keduanya beralasan dengan sebuah hadits riwayat Ahmad
dan Nasa'i dari Qoyis bin Sa'ad bin Ubadah:
"Ia ditanya
tentang zakat ftrah, ia menjawab: rosulullah saw. telah memerintahkan zakat
fitrah, sebelum diturunkan kewjiban zakat. Ketika diturunkan kewajiban zakat,
rosul tidak menyuruh dan juga tidak melarang, akn tetapi harus
melakukannya."
6 ) Orang yang berhak
menerima Zakat
Pertama: Fuqara Masakin
1.
Fakir adalah orang yang membutuhkan dan tidak meminta minta, sedangkan miskin
adalah yang meminta-minta.
2.
Keduanya bermacam-macam:
orang
yang tidak memiliki kekayaan dan tidak pula pekerjaan
orang
yang memiliki kekayaan dan pekerjaan yang tidak mencukupi setengah kebutuhan
orang
yang memiliki kekayaan dan pekerjaan yang tidak mencukupi kebutuhan standar
3.
Sedangkan orang kaya yang tidak boleh menerima zakat adalah orang yang telah
memiliki kecukupan untuk diri dan keluarga.
4.
Orang fakir miskin diberikan sejumlah yang dapat mencukupinya
yang
mencukupinya sepanjang hidupnya, menurut Imam Syafi’i
yang
mencukupinya selama satu tahun, menurut madzhab Maliki dan Hanbali
Bentuk
kecukupan sepanjang hidup dapat berupa alat kerja, modal dagang, dibelikan
bangunan kemudian diambil hasil sewanya, atau sarana-sarana lainnya seperti
yang disebutkan oleh madzhab Syafi’i dalam buku-bukunya secara rinci.
Di antara kecukupan adalah buku-buku dalam bermacam ilmu,
biaya pernikahan bagi yang membutuhkan. Sebab, tujuan utama zakat adalah
mengangkat fakir miskin sampai pada standar layak.
Kedua: Amilin
Yaitu orang-orang yang bertugas mengambil zakat dari para
muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq. Mereka itu adalah
kelengkapan personil dan finasial untuk mengelola zakat.
Termasuk
dalam kewajiban imam adalah mengutus para pemungut zakat dan
mendistribusikannya, seperti yang pernah dilakukan Rasulullah dan para khalifah
sesudahnya.
Syarat orang-orang yang dapat dipekerjakan sebagai amil
pengelola zakat, adalah seorang muslim, baligh dan berakal, mengerti hukum
zakat-sesuai dengan kebutuhan lapangan- membidangi pekerjaannya, dimungkinkan
mempekerjakan wanita dalam sebagian urusan zakat, terutama yang berkaitan
dengan wanita, dengan tetap menjaga syarat-syarat syar’i.
Para amil mendapatkan kompensasi sesuai dengan pekerjaannya.
Tidak diperbolehkan menerima suap, meskipun dengan nama hadiah, seperti yang
diriwayatkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim, “Sesungguhnya aku
mempekerjakan kalian salah seorang di antaramu melaksanakan tugas yang pernah
Allah sampaikan kepadaku, kemudian datang kepadaku dan mengatakan: ‘Ini untukmu
dan ini hadiah untukku’, apakah ketika ia duduk di rumah ayah ibunya akan ada
hadiah yang menghampirinya?”
Para amil harus bersikap lunak dengan para muzakki,
meyakinkan apa yang menjadi kewajibannya, mendoakannya ketika mengambil zakat,
menetapkan para mustahiq, dan memberikan bagian mereka.
Ketiga: Muallaf
Mereka itu adalah orang-orang yang sedang dilunakkan
hatinya untuk memeluk Islam, atau untuk menguatkan Islamnya, atau untuk
mencegah keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin, atau mengharapkan
dukungannya terhadap kaum muslimin.
Bagian
para muallaf tetap disediakan setelah wafat Rasulullah saw., karena tidak ada
nash (teks Al-Qur’an atau Sunnah) yang menghapusnya. Kebutuhan untuk melunakkan
hati akan terus ada sepanjang zaman. Dan di zaman sekarang ini keberadaannya
sangat terasa karena kelemahan kaum muslimin dan tekanan musuh atas mereka.
Yang
berhak menetapkan hak para muallaf dalam zakat hanyalah imam (kepala Negara).
Dan ketika tidak ada imam, maka memungkinkan para pemimpin lembaga Islam atau
organisasi massa tertentu mengambil peran ini.
Diperbolehkan juga di zaman sekarang ini memberikan zakat
kepada para muallaf bagi mereka yang telah masuk Islam untuk memotivasi mereka,
atau kepada sebagian organisasi tertentu untuk memberikan dukungan terhadap
kaum muslimiin. Juga dapat diberikan kepada sebagian penduduk muslim yang
miskin yang sedang dirakayasa musuh-musuh Islam untuk meninggalkan Islam. Dalam
kondisi ini mereka dapat pula diberikan dari selain zakat.
Keempat: Para Budak
Zakat dapat juga digunakan untuk membebaskan orang-orang
yang sedang menjadi budak, yaitu dengan:
Membantu
para budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran sejumlah
tertentu untuk pembebasan dirinya dari majikannya agar dapat hidup merdeka.
Mereka berhak mendapatkannya dari zakat.
Atau
dengan membeli budak kemudian dimerdekakan
Pada zaman sekarang ini, sejak penghapusan sistem
perbudakan di dunia, mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi menurut sebagian madzhab
Maliki dan Hanbali, pembebasan tawanan muslim dari tangan musuh dengan uang
zakat termasuk dalam bab perbudakan. Dengan demikian maka mustahik ini tetap
akan ada selama masih berlangsung peperangan antara kaum muslimin dengan
musuhnya.
Kelima: Gharimin (orang berhutang)
Al-Gharim
adalah orang yang berhutang dan tidak mampu membayarnya. Ada dua macam jenis
gharim, yaitu:
1.
Al-Gharim untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu orang yang berhutang untuk
menutup kebutuhan primer pribadi dan orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya, seperti rumah, makan, pernikahan, perabotan. Atau orang yang terkena
musibah sehingga kehilangan hartanya, dan memaksanya untuk berhutang. Mereka
dapat diberi zakat dengan syarat:
membutuhkan dana untuk membayar hutang hutangnya untuk
mentaati Allah atau untuk perbuatan mubah hutangnya jatuh tempo saat itu atau
pada tahun itu tagihan hutang dengan sesama manusia, maka hutang kifarat tidak
termasuk dalam jenis ini, karena tidak ada seorangpun yang dapat menagihnya.
Al-Gharim
diberikan sejumlah yang dapat melunasi hutangnya.
2.
Al-Gharim untuk kemaslahatan orang lain, seperti orang yang berhutang untuk
mendamaikan dua orang muslim yang sedang berselisih, dan harus mengeluarkan
dana untuk meredam kemarahannya. Maka, siapapun yang mengeluarkan dana untuk
kemaslahatan umum yang diperbolehkan agama, lalu ia berhutang untuk itu, ia
dibantu melunasinya dari zakat.
Diperbolehkan membayar hutangnya mayit dari zakat. Karena
gharim mencakup yang masih hidup dan yang sudah mati. Demikian madzhab Maliki,
berdasrkan hadits Nabi yang bersabda, “Aku adalah yang terdekat pada seorang
mukmin daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka
itu untuk ahli warisnya; dan barangsiapa yang meninggalkan hutang atau
kehilangan, maka kepadaku dan kewajibanku.” (muttafaq alaih)
Sebagian ulama hari ini memperbolehkan zakat dipinjamkan
dengan qardhul hasan karena qiyas aulawiy (prioritas), yaitu jika hutang yang
sudah terjadi boleh dibayarkan dari zakat, maka qardhul hasan yang bersih dari riba
lebih prioritas dari pada pembagian zakat. Berhutang dalam dua keadaan itu
tujuannya sama, yaitu untuk menutup kebutuhan.
Keenam: Fii Sabilillah
Ibnul Atsir berkata, kata Sabilillah berkonotasi umum,
untuk seluruh orang yang bekerja ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan melaksanakan kewajiban, yang sunnah dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dan
jika kata itu diucapkan, maka pada umumnya ditujukan untuk makna jihad. Karena
banyaknya penggunaannya untuk konotasi ini maka sepertinya kata fisabilillah,
hanya digunakan untuk makna jihad ini (lihat Kitab An-Nihayah Ibnu Atsir).
Menurut empat madzhab, mereka bersepakat bahwa jihad
termasuk ke dalam makna fi sabilillah, dan zakat diberikan kepadanya sebagai
personil mujahidin. Sedangkan pembagian zakat kepada selain keperluan zakat,
madzhab Hannafi tidak sependapat dengan madzhab lainnya, sebagaimana mereka
telah bersepakat untuk tidak memperbolehkan penyaluran zakat kepada proyek
kebaikan umum lainnya seperti majid, madrasah, dan lain-lain.
Pandapat lain. Imam Ar Razi mengatakan dalam tafsirnya,
“Sesungguhnya teks zhahir dari firman Allah wa fii sabiilillah (وفي سَبيل الله) tidak hanya terbatas pada
para tentara saja. Demikianlah yang dirilis oleh Al-Qaffal dalam tafsirnya dari
sebagian ulama fiqih, bahwa mereka memperbolehkan penyaluran zakat kepada
seluruh proyek kebaikan seperti mengkafani mayit, membangun pagar, membangun
masjid, karena kata fi sabilillah berlaku umum untuk semua proyek kebaikan.
As-Sayyid Siddiq Hasan Khan berkata, sabilillah artinya seluruh
jalan yang menuju kepada Allah. Sedangkan jihad –meskipun jalan terbesar kepada
Allah– tetapi tidak ada dalil yang mengkhususkan pembagian zakat hanya kepada
mujahid. (lihat Ar-Raudhatun Nadiyyah).
Rasyid Ridha berkata, sabilillah di sana adalah kemaslahatan
umum kaum muslimin yang digunakan untuk menegakkan urusan dunia dan agama,
bukan pada individunya. Yang utama dan pertama adalah persiapan perang seperti
pembelian senjata, perbekalan tentara, alat transportasi, pemberangkatan
pasukan… dan termasuk juga dalam hal ini adalah mendirikan rumah sakit, membuka
jalan, mempersiapkan para dai yang menyerukan Islam, mengirimkan mereka ke
daerah-daerah kafir (lihat Tafsir Al-Manar).
Syeikh Mahmud Syaltut dalam bukunya Islam Aqidah dan
Syari’ah dalam hal ini menyatakan, sabilillah adalah seluruh kemaslahatan umum
yang tidak dimiliki oleh seseorang dan tidak memberi keuntungan kepada
perorangan. Lalu dia menyebutkan, setelah pembentukan satuan perang adalah
rumah sakit, jalan, rel kereta, dan mempersiapkan para dai.
Syeikh Hasanain Makhluf, Mufti Mesir, berfatwa tentang
kebolehan menyalurkan zakat kepada seluruh organisasi kebaikan Islam, bersandar
kepada ungkapan Ar-Razi dari Al-Qaffal dan lain-lain dalam memaknai kata fi
sabilillah.
Dalam Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthb berkata, fi sabilillah
adalah jalan luas yang mencakup seluruh kemaslahatan jama’ah yang menegakkan
kalimat Allah.
Kesimpulannya, yang rajah (kuat) bahwa yang dimaksud dari
firman Allah “fisabilillah” adalah jihad seperti yang dimaksudkan oleh jumhurul
ulama. Akan tetapi bentuk jihad pada masa sahabat dan para ulama sesudahnya
terbatas pada berperang. Karena hukum Allah sudah berdiri tegak dan Negara
Islam berwibawa. Adapun pada zaman sekarang ini, bentuk jihad itu tampil dengan
warna yang bermacam-macam untuk menegakkan agama Allah, menyampaikan dakwah dan
melindungi umat Islam. Kami berpendapat bahwa sangat mungkin untuk menyalurkan
zakat kepada lembaga-lembaga modern seperti ini yang masuk ke dalam bab
fisabilillah. Yaitu jalan yang digunakan untuk membela agama Allah dan menjaga
umat Islam, baik dalam bentuk tsaqafah (wawasan), pendidikan, media, atau
militer, dst. Dan perlu ditegaskan di sini bahwa peperangan yang boleh dibiayai
dengan zakat adalah perang fisabilillah di bawah bendera Islam, untuk membela
kepentingan Islam dan dibawah komando pemimpin Islam.
Ketujuh: Ibnu sabil
Mereka adalah para musafir yang kehabisan biaya di negera
lain, meskipun ia kaya di kampung halamannya. Mereka dapat menerima zakat
sebesar biaya yang dapat mengantarkannya pulang ke negerinya, meliputi ongkos
jalan dan perbekalan, dengan syarat:
Ia membutuhkan di tempat ia kehabisan biaya.
Perjalanannya
bukan perjalanan maksiat, yaitu dalam perjalanan sunnah atau mubah.
Sebagian
madzhab Maliki mensyaratkan: tidak ada yang memberinya pinjaman dan ia mampu
membayarnya.
Penyaluran zakat kepada para mustahiq
Imam
Syafi’i berpendapat bahwa zakat harus dibagikan kepada delapan kelompok itu
dengan merata, kecuali jika salah satu kelompok itu tidak ada, maka zakat
diberikan kepada ashnaf yang masih ada. Jika muzakki itu sendiri yang
membagikan langsung zakatnya, maka gugur pula bagian amil.
Madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa zakat boleh
diberikan kepada sebagian ashnaf, tidak kepada seluruh ashnaf yang ada. Bahkan
mereka memperbolehkan pemberian zakat hanya kepada salah satu ashnaf saja
sesuai dengan kondisi. Inilah pendapat mayoritas ulama dan pendapat yang paling
kuat dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
Tidak diperbolehkan menghilangkan hak salah satu mustahiq
tanpa ada sebab, jika imam yang melakukan pembagian dan jumlah zakat cukup
banyak.
Diperbolehkan
memberikan zakat hanya kepada satu ashnaf saja jika ada kemaslahatan yang dapat
dipertannggungjawabkan, seperti ketika perang yang mengharuskan zakat untuk
pembiayaan mujahid di medan perang.
Ketika membagikan zakat kepada semua ashnaf secara
menyeluruh tidak diharuskan membagi rata kepada mereka. Dan yang diwajibkan
adalah memberikan bagian pada masing-masing sesuai dengan jumlah dan kebutuhan.
Selalu
diperhatikan bahawa kelompok prioritas adalah fakir miskin. Kelompok yang
diulang-ulang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka tidak diperbolehkan
menghalangi hak mereka dari zakat, kecuali karena kondisi darurat sesaat.
Jika
muzakki yang membagikan langsung zakatnya dan jumlah zakatnya kecil, boleh
diberikan kepada satu kelompok dan satu orang saja untuk mencapai tujuan zakat,
yaitu menutup kebutuhan.
Jika imam yang
membagikan, maka bagian amilin tidak boleh lebih banyak dari seperdelapan,
menurut Imam Syafi’i, agar zakat tidak habis di tangan para pegawai saja.
7 ) Orang yang tidak berhak
menerima Zakat
Orang kaya. Rasulullah bersabda, "Tidak halal
mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai
kekuatan tenaga." (HR Bukhari).
Hamba
sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
Keturunan
Rasulullah. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya tidak halal bagi kami
(ahlul bait) mengambil sedekah (zakat)." (HR Muslim).
Orang
yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
Orang
kafir
1. الأغنياء orang
kaya
Rasulullah saw bersabda, لا
تحل الصَّدقة لغني “Tidak halal zakat diberikan
kepada orang kaya.” (diriwayatkan oleh lima ulama hadits).
Yang dikecualikan dari kriteria ini adalah pasukan perang
fi sabilillah, amil zakat, penghutang untuk kemaslahatan orang lain, seperti
yang dikatakan oleh jumhurul ulama.
Seorang anak dianggap cukup jika ayahnya kaya, demikian
juga seorang isteri dianggap kaya jika suaminya kaya, sehingga keduanya tidak
boleh diberi zakat.
2. الأقوياء المكتسبون orang kuat bekerja
Rasulullah saw. Bersabda, « لا تَحل الصدقة لِغني، ولا لذي مِرَّة سَوي » رواه الخمسة “Tidak halal zakat diberikan kepada orang kaya dan orang yang
memiliki organ lengkap.” (hadist riwayat lima imam hadits). ذي مِرَّة dzi mirrah dalah orang yang
memiliki organ tubuh lengkap. Juga dengan pernyataan Rasulullah terhadap dua
orang lelaki yang meminta zakat, “Jika kalian mau akan aku berikan kepada
kalian, tetapi tidak ada hak dalam zakat ini bagi orang kaya dan orang yang
kuat bekerja.” (Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasa’i)
Ia
benar-benar memiliki pekerjaan yang menghasilkan; jika tidak ada pekerjaan,
maka ia diberi zakat. Hasil penghasilannya cukup; jika tidak, maka ia boleh
menerima zakat sehingga mencukupi.
3. غير المسلمين non
muslim
Para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada
orang kafir yang memerangi, orang murtad, dan orang ateis.
Jumhurul
ulama khususnya empat imam madzhab bersepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan
kepada kafir dzimmiy sebagai fakir. Ia bisa menerima zakat menurut sebagian
ulama dalam statusnya sebagai muallaf. Mereka bersepakat bahwa ahlu dzimmah
boleh diberikan sedekah sunnah sebagaimana baitul mal memberikan kecukupan
mereka dari selain zakat.
Diperbolehkan memberikan zakat kepada orang fasik, selama
tidak terang-terangan dan terus menerus menunjukkan kefasikannya agar zakat
tidak menjadi fasilitas kefasikannya. Dan diperbolehkan memberikan zakat itu
kepada keluarganya karena kefasikan seseorang tidak boleh menghilangkan hak
orang lain.
Diperbolehkan
memberikan zakat kepada sesama muslim meskipun dari firqah yang berbeda dengan
ahlussunnah, selama ia masih berstatus Islam, dan tidak melakukan perbuatan
bid’ah yang membuatnya kafir. Dan yang lebih dari semua itu adalah memberikan
zakat kepada seorang muslim yang taat beragama.
4. الأقارب kerabat
Seorang suami tidak boleh memberikan zakatnya kepada
isteri, karena ia berkewajiban untuk menafkahinya. Jika ia memberikan zakat
kepadanya, maka seperti orang yang memberikan pada diri sendiri. Sedangkan
isteri boleh memberikan zakatnya kepada suami menurut jumurul ulama, seperti
dalam hadits isteri Ibnu Mas’ud yang bertanya kepada Rasulullah saw. bersama
dengan seorang wanita Anshar. Rasulullah menjawab, لهما أَجران أَجر القرابة وأجر الصَّدقة
“Keduanya mendapatkan dua pahala, pahala zakat dan pahala kerabat.”
(Asy-Syaikhani)
Tidak boleh memberikan zakat kepada kedua orang tua, jika
ia yang berkewajiban menafkahinya, sebab ini sama dengan memberi kepada diri
sendiri. Sebagaimana tidak diperbolehkan memberikan zakat kepada anak yang
menjadi kewajibannya.
Diperbolehkan memberikan zakat kepada kerabat lain, bahkan
menurut madzhab Hanafi –yang memperluas kewajiban nafkah itu kepada kerabat–
tetapi tidak menjadikannya penghalang diberi zakat. Sebab, penghalang zakat itu
adalah bersambungnya manfaat antara pemberi dan penerima zakat, yang
mengesankan bahwa ia memberikan pada diri sendiri seperti yang terjadi pada
suami isteri, kedua orang tua dan anak.
5. آل محمد
keluarga Nabi Muhammad SAW
Mereka itu adalah keturunan Bani Hasyim menurut jumurul
ulama. Asy-Syafi’iyyah menambahkan keturunan Abdul Muththalib juga tidak berhak
mendapat zakat.
Jumurul
ulama berpendapat bahwa keluarga Nabi Muhammad tidak boleh menerima zakat,
karena zakat itu adalah kotoran manusia seperti dalam hadits Muslim.
Larangan
ini mencakup zakat dan sedekah sunnah.
Menurut
madzhab Hanafi, larangan ini khusus pada zaman Nabi Muhammad saw. untuk menepis
tuduhan miring. Sedangkan setelah wafat Rasulullah, mereka diperbolehkan
menerima zakat.
Keluarga Bani Hasyim boleh memberikan zakat kepada sesama
Bani Hasyim.
Jika
mereka tidak mendapatkan jatah seperlimanya seperlima ghanimah dan fa’i, maka
ia boleh menerima zakat menurut kesepakatan ulama.
8 ) Hikmah (gunanya) Zakat
a. Menguatkan
rasa kasih sayang antara si kaya dengan si miskin. Hal ini dikarenakan
fitrahnya jiwa manusia adalah senang terhadap orang yang berbuat kebaikan
(berjasa kepadanya).
b. Mensucikan
dan membersihkan jiwa serta menjauhkan jiwa dari sifat kikir dan bakhil.
c. Membiasakan
seorang muslim untuk memiliki sifat belas kasihan.
d. Memperoleh
keberkahan, tambahan dan ganti yang lebih baik dari Allah Ta'ala.
e. Sebagai
ibadah kepada Allah Ta'ala
f.
Mengurangi
kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
g.
Pilar amal jama'i
antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan
berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
h.
Ungkapan rasa syukur
atas nikmat yang Allah SWT berikan
i.
Untuk pengembangan
potensi ummat
j.
Dukungan moral
kepada orang yang baru masuk Islam
k.
Menambah pendapatan
negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
l.
Membersihkan dan
mengikis akhlak yang buruk
m.
Alat pembersih harta
dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
9 ) Sedekah Sunat
Memberi sedekah hukumnya
sunnah muakkad alias sangat dianjurkan sebagaimana sering dijelaskan, namun
juga bisa menjadi haram ketika orang yang bersedekah mengetahui bahwa pemberian
sedekahnya akan digunakan untuk keperluan maksiat.
Sedekah sunat juga bisa menjadi wajib ketika, misalnya,
seseorang menjumpai orang lain dalam keadaan sangat membutuhkan makanan
sementara dia mempunyai makanan yang bisa diberikan. Dengan kata lain,
diwajibkan menyerahkan harta yang dimiliki selagi tidak dibutuhkan seketika
itu.
Untuk menggambarkan derajat keutamaan bersedekah Imam
As-Suyuti merinci pahala sedekah kedalam lima macam. Pertama, satu digantikan
sepuluh yakni sedekah pada orang yang sehat jasmani. Kedua, satu digantikan
sembilan puluh yakni sedekah kepada orang yang buta (cacat). Ketiga, satu
digantikan sembilan ratus yakni sedekah kepada kerabat yang membutuhkan.
Keempat, satu digantikan seratus ribu yakni sedekah kepada orang tua. Kelima,
satu diganti sembilan ratus ribu yakni kepda seorang ulama yang sangat mumpuni
pemahaman keagamaannya.
Secara dilematis dipertanyakan kepada kita, lebih utama
manakah mencari harta untuk semata-mata beribadah kepada Allah atau dengan
niatan untuk disedekahkan kepada orang yang membutuhkan? Sulit dan kelihatannya
tidak untuk dijawab karena kedua-duanya sama benarnya. Hanya saja, kita perlu
menimbang-nimbang dampak positif atau negatif dari setiap tindakan; bertindak
sesuai dengan pertimbangan dan tidak melulu menuruti nalurinya yang selalu
menginginkan keringanan hidup dan kesenangan diri (termasuk dalam menginginkan
pahala).
BAB III
PENUTUP
Alhamdulilah makalah ini telah selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini sangat jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar lebih
maju di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Di tunggu komentar nya yaa .. :) makasii