BAB
I
PENDAHULUAN
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, boleh dikata
sangat tuanya dengan pertumbuhan dan perkembangan umat Islam di bumi nusantara
ini.
Sejak Islam masuk di Indonesia pada abad VII M dan
berkembang pesat sejak abad VIII M dengan munculnya sejumlah kerajaan Islam.
Pendidikan Islam pun berkembang mengikuti irama dan dinamika perkembangan Islam
tersebut. Dimanapun ada komunitas kaum muslimin, di sana ada aktifitas
pendidikan Islam yang dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah tempat
mereka berada.
Meskipun Islam berkembang dan menyebar sebagai agama
resmi masyarakat sekitar abad 15-16 M, namun bersamaan dengan situasi ini
budaya Eropa-Belanda mulai berpengaruh di Indonesia. Karena pada akhir abad
ke-16 Belanda mulai datang ke Indonesia. Seregeg menyebutkan tanggal 5 Juli
1596, budaya kaum kolonial Belanda mulai mencengkeramkan pengaruhnya di
Indonesia, sebab pada tanggal itu empat buah kapal laut milik Belanda untuk
pertama kalinya berlabuh di pantai barat Sumatra.
Sejalan dengan dinamika dan pasang surut sejarah umat
Islam di Indonesia, sejarah pendidikan pun mengalami dinamika dan pasang surut
pula
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan Islam Masa Orde
Lama (Zaman Kemerdekaan)
Setelah Indonesia merdeka, penyelesaian pendidikan agama
mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun
swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga
tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
(BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa :
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu
alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang tidak berurat
akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian
dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Kenyataan yang demikian
timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam, setelah sekian lama mereka
terpuruk dibawah kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajahan Belanda, pintu
masuk pendidikan modern bagi umat Islam terbuka secara sangat sempit. Dalam hal
ini minimal ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yaitu :
1. Sikap dan kebijaksanaan pemerintah
kolonial yang amat diskriminatif terhadap kaum muslimin.
2. Politik non kooperatif para ulama
terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda,
termasuk pendidikan modernnya, adalah salah satu bentuk penyelewengan agama.
Mereka berpegang kepada salah satu hadits Nabi Muhammad saw yang artinya : “Barangsiapa
menyerupai suatu golongan, maka ia termasuk ke dalam golongan itu”. Hadits
tersebut melandasi sikap para ulama pada waktu itu.
Itulah di antara beberapa faktor yang menyebabkan
mengapa kaum muslimin Indonesia amat kececer dalam sesi intetelektualitas
ketimbang golongan lain.
Sementara itu bila membicarakan organisasi Islam dan
kegiatannya dibidang pendidikan. Sudah tentu tidak bisa terlepas dari
membicarakan bentuk, sistem dan cita-cita bangsa Indonesia yang baru merdeka.
Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan yang sekian lama, terutama
melalui berbagai organisasi pergerakan, baik sosial, agama maupun politik,
senantiasa mendapat dukungan dari pemerintah. Pemerintah sadar bahwa
sesungguhnya kekuatan negara terletak pada kesatuan dan persatuan bagi
organisasi dan golongan, yang kesemuanya merupakan modal dasar dan kekayaan
bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam pembangunan.
Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, maka sejarah
kebijakan pendidikan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan Islam. Oleh
karena itulah perjalanan sejarah pendidikan Islam sejak Indonesia merdeka
sampai tahun 1965 yang lebih dikenal dengan masa orde lama akan berbeda dengan
tahun 1965 sampai sekarang yang lebih dikenal dengan orde baru.
Tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah Indonesia,
ia menyesuaikan pendidikan dengan tuntunan dan aspirasi rakyat sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 yang berbunyi :
1. Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran.
2. Pemerintah mengusahakan suatu sistem
pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Oleh sebab itu, pembatasan pemberian pendidikan
disebabkan perbedaan agama, sosial, ekonomi dan golongan yang ada di masyarakat
tidak dikenal lagi. Dengan demikian, setiap anak Indonesia dapat memilih kemana
dia akan belajar, sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
B.
Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Baru
Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11
Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke
presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa
konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada
dasarnya Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang
didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan pancasila.
Orde Baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan
agama islam, karena beralihnya pengaruh komunisme ke arah pemurnian pancasila
melalui rencana pembangunan Nasional berkelanjutan. Terjadilah pergeseran
kebijakan, dari murid berhak tidak ikut serta dalam pelajaran agama apabila
mereka menyatakan keberatannya, menjadi semua murid wajib mengikuti pendidkan
agama mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Masa Orde Baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan
Orde Pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia seutuhnya dan
menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang lebih
baik. Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam siding MPR yang kemudian menyusun
GBHN.
Selain itu, dalam Pelita IV di bidang agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin di kembangkan. Dengan semakin meningkatnya
dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun
kehidupan social kemasyarakatan. Diusahakan supaya terus bertambah
sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan
kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan agama
isalam yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai
dengan Universitas Negeri.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah
berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh
sebuah rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut, pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari
undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila
sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi
perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam
ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan bangsa
menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem pendidikan nasional
dilaksanakan secara swasta, menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka
bagi seluruh rakyat, dan berlaku di seluruh wilayah negara, menyeluruh dalam
arti mencakup semua jalur. Jenjang dan jenis pendidikan, dan terpadu dalam arti
adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha
pembangunan nasional.
C.
Keberhasilan-keberhasilan
Pendidikan pada Masa Orde Baru
Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan, diantaranya
adalah:
1. Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga
universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan
status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui
subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun
1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993
setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an.
2. Pemerintah juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk
memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah Negeri sebagai ganti
seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka.
3. Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU
No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, Komplikasi Hukum Islam (KHI), dukungan
pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama
diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan
Sodaqoh) yang idenya muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada
kemasannya, terutama bagi jenis olahan.
D.
Kebijakan-kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan
Islam
Kebijakan
pemerintah orde baru mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di
indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir
1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di
kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu
pendidikan.
Pada awal – awal masa pemerintahan orde baru,
kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde
lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di
bawah pengawasan menteri agama.
Menghadapi
kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini
adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS
No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah.
Dalam
dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya,
namun di awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan
berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal
ini terlihat dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan langkah yang di
tempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden
nomor 34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang
tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini mencakup
tiga hal :
1. Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan
bertanggung jawab atas pembinaan
pendidikan umum dan kebijakan
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung
jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan
pegawai negeri
3. Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan
bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai
negri.
Selanjutnya, kepres No
34 Tahun 1972 ini di pertegas oleh inpres No 15 tahun 1974 yang mengatur
operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama
merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan
keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS
Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah bawah pengawasan
Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan
pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga
bersifat kejuruan. Dengan keputusan presiden No. 34 Tahun 1972 dan impres 1974,
penyelenggraan pendidikan dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung
jawab MENDIKBUD.
E.
Sistem
Pendidikan Pada masa Orde Lama dan Baru
Di tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah
Indonesia tetap membina pendidikan agama. Pembinaan agama tersebut secara
formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan
bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di
sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme pendidikan di
Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen
Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama
maupun di sekolah-sekolah umum. Keadaan seperti ini sempat dipertentangkan oleh
pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya pendidikan agama, terutama
golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan agama khususnya
Islam, terpisah dari pendidikan.
Pendidikan agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4
tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :
1. Dalam sekolah-sekolah negeri
diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan
mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara penyelenggaraan pelajaran
agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri
Agama.
Dalam hubungan ini kementrian agama juga telah
merencanakan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan
menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut :
1. Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan
yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang
bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta
pelaksanaan ibadah.
2. Madrasah
diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid
sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3. Madrasah-madrasah
swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan
pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
4. Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana
perbandingan umum kira-kira 1:2.
5. Suatu
percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun,
dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan
sederhana.
6. Pendidikan
teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960
pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan
dua fakultas di Jakarta.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sampai pada pemerintahan orde lama dan orde lama
pemisahan sistem dan pengelolaan pendidikan nasional dan pendidikan Islam masih
dipertahankan. Artinya bahwa pengelolaan pendidikan Islam masih mengalami nasib
yang tak bagus dibandingkan dengan saudara mudanya, pendidikan nasional.
Walaupun secara substansial kedua sistem pendidikan tersebut oleh pemerintah
Indonesia sendiri juga mengalami nasib yang sama buruknya, yaitu rendahnya
anggaran pendidikan bila dibanding dengan negara-negara berkembang lain apalagi
dibanding dengan negara-negara maju.
Pada era orde lama, pengaturan dua sistem pendidikan ini
kemudian diupayakan untuk dihapus. Paling tidak ada tiga usaha yang dilakukan
yaitu:
1. Memasukkan pendidikan Islam ke
dalam kurikulum pendidikan umum di sekolah negeri maupun swasta melalui
pelajaran agama.
2. Memasukkan
ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum pendidikan di madrasah.
3. Mendirikan
sekolah pendidikan guru agama (PGA) untuk memproduksi guru agama bagi sekolah
umum maupun madrasah.
Pada awal pemerintahan orde baru, pendekatan legal
formal dijalankan tidak memberikan dukungan pada madrasah. Tahun 1972 Presiden
Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 tahun 1972 dan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 tahun 1974 yang mengatur madrasah di bawah
pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang sebelumnya
dikelola oleh Menteri Agama.
DAFTAR PUSTAKA
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Predana Media Group,
2007.
Fuad, Zakki, Sejarah Pendidikan Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2011.
Drs. H.A. Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika
Politik Bangsa 1925-1984, CV. Rajawali, Jakarta, 1984.
Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan,
Angkasa, Bandung, 1981.
Depag RI., Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Sistem Pendidikan Nasional, Dirjend, Bimbaga Islam, Jakarta, 1991/1992.
Zuhairini,dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1997.
Wahab, rochidin, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Bandung: Alfabeta, 2004.
thank u
BalasHapusu're welcome..
BalasHapus